“ Perjuangan Hidup Seorang Ibu…”
Ku
mencintainya melebihi rasa cintaku kepada diriku sendiri. Sesakit apa kau
membuatku terluka, aku menyimpan beribu maaf untukmu. Itu yang ku tahu..
Sampai
aku memilih jalan yang tak seharusnya ku ambil. Menikah dengan Rifai, pria yang
sangat ku cintai. Walau kedua orang tua kami tak merestui. “jika kamu
benar-benar menikah dengan Rifai, maka keluarlah dari rumah ini dan anggap kami
orang tuamu telah mati.”kata Ayahku
Namun,
Pernikahanpun terjadi, walau tak seperti pernikahan yang ku dambakan.aku sangat
bahagia, Ku jalani kehidupanku sebagai istri dan tetap melanjutkan kuliahku di
salah satu Universitas Negeri yang ada di kota Palu, dengan uang hasil menjual
kue.sedangkan suamiku mencari uang dengan menjual pakaian keliling.
1 tahun pernikahan
kami, hadirnya seorang bayi perempuan di antara kami yang di beri nama Arni,
membuat kebahagiaan kami serasa lebih sempurna. Semuanya begitu indah. Sampai
suatu hari, Arni sakit, dan kami tak mempunyai uang untuk membawanya ke rumah
sakit,aku dan suamiku mencari bantuan kepada teman dan sanak saudara, tapi tak
ada yang bisa membantu kami.di karenakan orang tuaku dan Orang tua Rifai telah
melarangnya.selang beberapa hari, Adikku datang menemuiku secara diam-Diam dan
memberikan sejumlah uang untuk pengobatan Arni.Arnipun di bawah ke rumah sakit.
Masalah tak berakhir sampai disitu, suami yang ku cintai dan ku banggakan,
ternyata telah bermain hati dengan langganannya.
Masalah
suami dan anakku membuat kuliahku terbengkalai. Aku tak mempunyai uang
sedikitpun untuk membiayai. Ketika itu orang tua Rifai datang menemuiku,mereka
menginginkan agar Irna di rawat oleh mereka dan
aku dapat menyelesaikan kuliahku.
“
sekarang Rifai pergi entah kemana, siapa yang akan merawat Irna?”. Tanya Ibu
Rifai
“bagaimana
kalau Irna tinggal bersama Kami, dan kamu dapat melanjutkan kuliahmu.”katanya
lagi
“ Setelah
kuliah kamu bisa membawa kembali anakmu”.
awalnya aku menolak, tapi aku berfikir untuk
kebutuhan Irna yang belum bisa ku penuhi, dengan berat hati ku lepas anak
semata wayangku di bawah oleh mertuaku kembali ke Ampana.
Akhirnya
aku dapat melanjutkan kuliahku dengan bermodalkan upah dari berjualan
pernak-pernik di kaki lima pertokoan, dan membantu di rumah makan mbok Darma.
Ketika
terbiasa dengan kesndirianku. Tiba-tiba suamiku datang meminta maaf dan ingin
kembali kepadaku. Betepa senang hati ini, ber 2 menjalani rumah tangga.
Semuanya
tidak bertahan lama, suamiku kembali berjualan pakaian keliling, di daerah
kepulauan, setelah seminggu keberangkatannya, aku merasa seluruh badanku sakit,
mual dan berasa ingin muntah.segera aku memeriksakan ke dokter. Hasilnya, aku
telah hamil 2 bulan.ingin rasanya memberitahu suamiku, tapi karena kendaraan
yang kurang, jarak yang cukup jauh, sehingga semua kebahagiaan ku rasakan
sendiri.
Seperti
kata pepatah, se galak-galaknya singa, dia takkan me makan anaknya sendiri. Begitulah
dengan orang tuaku. Setelah mendengar kabar tentang kehamilan ke duaku tanpa di
temani suamiku, orang tuaku datang menemuiku, memberikan dukungan, dan menyuruh
adikku untuk menemaniku selama suamiku pergi. 4 bulan kemudian, suamiku
pulang.bukannya raut wajah kebahagiaan yang di tampakkan oleh suamiku, dia
malah menuduhku selingkuh dengan laki-laki lain. Hingga sempat terucap olehnya:
“ jika
kelak anak itu Cacat, berarti dia anakku, tapi jika dia sempurna berarti dia
adalah anak dari perselingkuhanmu, perempuan sial.” Kata suamiku
Sedih
rasanya, di maki dan di pukuli dan Tak dapat berkata-kata, hanya air mata yang
tak henti-hentinya mengalir di pipiku. aku memutuskan kembali ke rumah orang
tuaku di Ampana.perhatian orang tua dan keluargaku membuat semuanya menjadi
mudah,hingga waktu persalinan tiba, tak seperti persalinan anak pertama, kali
ini semua begitu tenang, tak ada rasa hawatir sedikitpun di hatiku.seperti ada
kekuatan lain yang membuatku menjadi lebih nyaman. Tanpa suami di sampingku tak
membuat aku bersedih karena semua yang ku inginkan telah terpenuhi dari semua orang
yang telah mendukungku,baik dari keluarga bahkan sahabat-sahabatku.
Setelah
persalinan, betapa sedih hatiku, melihat keadaan bayiku yang tak sama seperti
bayi yang lainnya. Kedua tangannya sedikit pendek, dan menyerupai tangan seekor
biawak.Suster telah mengatakan bahwa anakku meninggal, karena 30 menit setelah
persalinan, anakku tak mengeluarkan tangisannya dan tidak bernafas
sedikitpun.naluri keibuanku seperti tak percaya, ku peluk putri keduaku dengan
penuh kasih sayang dan ku ciumi seluruh tubuhnya. Apa yang terjadi, tiba-tiba
anakku begerak dan mengeluarkan tangisannya sekencang-kencangnya. Ku dekap
anakku ke dalam pelukanku.tak henti-hentinya ku ucap kata syukur kapada Allah
yang telah memberikanku seorang bayi yang istimewah seperti anakku. Ku beri
nama Tia untuk bayiku ini. Beberapa saat kemudian, suamiku muncul dan menangis
mencium kakiku.dia merasa bersalah telah menuduhku berselingkuh dan menyesal
telah mengeluarkan kata-kata yang tak sepantasnya. Karena apa yang di katakan
suamiku terbukti. Anakku telahir dalam keadaan kurang sempurna.
Belum
juga genap Tia satu tahun, datanglah seorang wanita meminta pertanggung jawaban
suamiku sembari memegang perutnya yang telah membuncit. Seperti di sambar petir
di siang hari, tak kuasa menghadapi semuanya. Ingin rasanya memaki, marah dan
menangis, tapi semua itu luluh ketika melihat wanita yang mengaku sebagai pacar
suamiku merintih kesakitan dan meminta suamiku untuk menikahinya. Dengan besar
hati ku melepaskan suamiku.
* * *
Baru saja
aku menyelesaikan kuliahku, pulang ke kampung halamanku dan tinggal bersama
keluargaku, tapi sayang, anak pertamaku Arni tidak ingin tinggal bersamaku. Di
karenakan hidup keluargaku yang sederhana.Arni di besarkan dengan harta yang
berlimpah, dengan perhiasan emas dan pakaian yang cantik, sedang Tia, dengan
kekurangannya tak pernah mengeluh apapun dariku.
Suamiku
ingin kembali, di karenakan Istri keduax telah rujuk bersama suaminya yang
dulu. Aku menerimanya dengan alasan masih mencintainya. 3 tahun rujuk, lahirlah
anak ketiga kami dan di beri nama Adi. Semenjak kelahiran Adi, perhatianku
terbagi kepada Tia. Tia menjadi dekat dengan pamannya yang tidak lain adalah
adikku. Tia pun di bawah adikku bersamanya ke makassar.
Hari yang
ku tunggu pun tiba, hari dimana penetapanku menjadi seorang pegawai negeri
sipil. Akhirnya ku tahu, Surat tugasku jatuh di Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama (SLTP) neg. 3 Pamona Utara yang
berada di derah terpencil yang jauh dari Ampana yaitu di salah satu Desa
bernama Desa Toinasa.Suamiku menolak untuk ikut bersamaku, dia ingin membuka
toko elektronik yang nantinya bisa membantu keuangan keluarga kami.akupun
menyetujuinya.
Dengan
bekal kepercayaan dan keberanian, aku dan anak ketigaku berangkat ke tempatku
di tugaskan dan hidup di antara orang-orang yang mempunyai kepercayaan yang
berbeda denganku, semuanya tak membuatku terkucilkan,dengan adanya perbedaan
itulah sehingga mengajarkan aku tentang arti kebersamaan.
Tak ada
kabar berita dari suamiku, suatu hari Anakku Adi sakit parah, dari puskesmas setempat,
memberikan surat rujukkan untuk membawa anakku ke Rumah sakit yang ada di
ibukota kabupaten Poso. Sesampai di Poso, ku mencari wartel terdekat dan
menghubungi Orang tuaku yang berada di Ampana dan juga Adikku yang berada di
Makassar bersama putri keduaku Tia. Hendak memberi kabar, hanya kabar buruk
yang ku terima, teryata hari itu adalah hari pernikahan suamiku dengan seorang
gadis yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya. Semakin membuatku sedih, anakku
Tia juga sakit dan memanggil-mangil namaku.tak tahu harus berbuat apa, hanya
kepada Allah ku kembalikan semuanya.
Mulai saat
itu tak pernah ku percaya tentang namanya Cinta.bagiku cinta adalah
penghianatan. Ku lalui hari-hari bersama kedua anakku Tia dan Adi selama 4
tahun di salah satu desa terpencil di kecamatan pamona utara yaitu Desa
Toinasa.
Di tahun
2000, terjadi kerusuhan di karenakan kesalahpahaman antara kedua agama (islam
& Kristen ). Sehingga berimbas kepada aku dan 2 anakku. Seluruh tanah dan
rumahku di bakar secara paksa, untungnya 2 hari sebelum puncak kerusuhan, aku telah
membawa kedua anakku ke Ampana dan tinggal bersama orang tuaku. Tapi karena
tuntutan kewajiban sebagai seorang pegawai negeri sipil, aku harus kembali ke
Toinasa untuk mengawas Ujian yang saat itu bertepatan dengan Ujian Akhir
Nasional SLTP.
Setiba di
Toinasa, keadaan kacau balau, kebakaran dimana-mana. Salah satu muridku dari
agama Kristen memanggilku dan mengajakku untuk berlindung di rumahnya, di
karenakan semua yang beragama Islam, di bunuh secara sadis, atau di paksa untuk
memeluk agama Kristen. Aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya mengikuti keinginan
muridku saja. Berhari-hari di rumah itu, suatu sore Saat menjelang magrib, aku
dan beberapa orang lainnya yang beragama Islam, di masukkan ke dalam mobil Pick
Up dan di tutupi dengan terpal agar tak terlihat oleh orang-orang dari golongan
merah. Sesaat kemudian, aku mengintip dari balik terpal yang menutupi kepalaku
terlihat olehku rumahku yang telah terbakar, dan hanya rangka yang tersisa.
Hancur hati ini mengingat semua perjuangan hidup yang tak pernah berujung.ingin
menangis, tapi mata ini sekan tak bisa mengeluarkan air mata lagi…
Sekitar
jam 4 subuh, tibalah kami di perbatasan antara Sulawesi tengah dan Sulawesi
selatan yaitu di kota palopo. Sesampai disana kami di turunkan di kantor polisi
dan di biarkan begitu saja oleh Polisi-polisi yang ada disitu. Lapar seperti
tak terasa olehku melihat seorang bayi laki-laki yang menangis mencari susu. Ia
kehilangan ibunya saat membeli susu di warung dan tak kembali. supir Pick Up
pun meminta izin untuk kembali ke desa Toinasa, dan dia berjanji akan mengurus
tanahku yang ada di Toinasa.
Aku
meminjam telephone yang ada di kantor
itu.dan menghubungi adikku yang ada di Makassar untuk menjemputku. Keesokkan
harinya, adikku datang dan membawaku ke Makassar, dan langsung menuju ke ampana melalui Mamuju Sulawesi Barat.
Sesampai
di Ampana, aku mendengar kabar tentang Penyiksaan yang di lakukan adik iparku
terhadap Arni anakku, tak bisa diam, aku langsung mengajukkan cerai kepada
suamiku, dan mengambil kembali putri pertamaku dari keluarganya.semua ku lakukan
sendiri dan akhirnya aku resmi bercerai dengan Rifai.
* * *
Hidup
bagai bola roda, kadang kita di atas, dan kadang pula kita di bawah. Itulah
yang terjadi sekarang,Kini semuanya Berubah, anak-anakku telah tumbuh besar.
Arni putri pertamaku telah selesai dari kuliahnya di Akademi keperawatan dan
menjadi pegawai negeri sipil, di tugaskan di Rumah sakit yang ada di kabupaten
Tojo Una-una. Tia, putri keduaku, telah menjadi mahasiswa di salah satu
Universitas yang ada di Sulawesi Tengah dan putra terakhirku Randi juga
berstatus sebagai mahasiswa di universitas yang sama dengan Putri ke duaku.
Sedangkan Rifai, yang dulu bermandikan Emas dan Uang, sekarang menjadi nelayan
biasa dengan hutang dimana-mana.
Rifai
ingin kembali lagi, hanya satu jawaban untuknya, “ tak ada lagi cinta untukmu
dan untuk siapapun selain cinta untuk anak-anakku.. ”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar