Jumat, 11 Mei 2012

Cerpen


“ Perjuangan Hidup Seorang Ibu…”
Ku mencintainya melebihi rasa cintaku kepada diriku sendiri. Sesakit apa kau membuatku terluka, aku menyimpan beribu maaf untukmu. Itu yang ku tahu..
Sampai aku memilih jalan yang tak seharusnya ku ambil. Menikah dengan Rifai, pria yang sangat ku cintai. Walau kedua orang tua kami tak merestui. “jika kamu benar-benar menikah dengan Rifai, maka keluarlah dari rumah ini dan anggap kami orang tuamu telah mati.”kata Ayahku
Namun, Pernikahanpun terjadi, walau tak seperti pernikahan yang ku dambakan.aku sangat bahagia, Ku jalani kehidupanku sebagai istri dan tetap melanjutkan kuliahku di salah satu Universitas Negeri yang ada di kota Palu, dengan uang hasil menjual kue.sedangkan suamiku mencari uang dengan menjual pakaian keliling.
1 tahun pernikahan kami, hadirnya seorang bayi perempuan di antara kami yang di beri nama Arni, membuat kebahagiaan kami serasa lebih sempurna. Semuanya begitu indah. Sampai suatu hari, Arni sakit, dan kami tak mempunyai uang untuk membawanya ke rumah sakit,aku dan suamiku mencari bantuan kepada teman dan sanak saudara, tapi tak ada yang bisa membantu kami.di karenakan orang tuaku dan Orang tua Rifai telah melarangnya.selang beberapa hari, Adikku datang menemuiku secara diam-Diam dan memberikan sejumlah uang untuk pengobatan Arni.Arnipun di bawah ke rumah sakit. Masalah tak berakhir sampai disitu, suami yang ku cintai dan ku banggakan, ternyata telah bermain hati dengan langganannya.
Masalah suami dan anakku membuat kuliahku terbengkalai. Aku tak mempunyai uang sedikitpun untuk membiayai. Ketika itu orang tua Rifai datang menemuiku,mereka menginginkan agar Irna di rawat oleh mereka dan  aku dapat menyelesaikan kuliahku.
“ sekarang Rifai pergi entah kemana, siapa yang akan merawat Irna?”. Tanya Ibu Rifai
“bagaimana kalau Irna tinggal bersama Kami, dan kamu dapat melanjutkan kuliahmu.”katanya lagi
“ Setelah kuliah kamu bisa membawa kembali anakmu”.
 awalnya aku menolak, tapi aku berfikir untuk kebutuhan Irna yang belum bisa ku penuhi, dengan berat hati ku lepas anak semata wayangku di bawah oleh mertuaku kembali ke Ampana.
Akhirnya aku dapat melanjutkan kuliahku dengan bermodalkan upah dari berjualan pernak-pernik di kaki lima pertokoan, dan membantu di rumah makan mbok Darma.
Ketika terbiasa dengan kesndirianku. Tiba-tiba suamiku datang meminta maaf dan ingin kembali kepadaku. Betepa senang hati ini, ber 2 menjalani rumah tangga.
Semuanya tidak bertahan lama, suamiku kembali berjualan pakaian keliling, di daerah kepulauan, setelah seminggu keberangkatannya, aku merasa seluruh badanku sakit, mual dan berasa ingin muntah.segera aku memeriksakan ke dokter. Hasilnya, aku telah hamil 2 bulan.ingin rasanya memberitahu suamiku, tapi karena kendaraan yang kurang, jarak yang cukup jauh, sehingga semua kebahagiaan ku rasakan sendiri.
Seperti kata pepatah, se galak-galaknya singa, dia takkan me makan anaknya sendiri. Begitulah dengan orang tuaku. Setelah mendengar kabar tentang kehamilan ke duaku tanpa di temani suamiku, orang tuaku datang menemuiku, memberikan dukungan, dan menyuruh adikku untuk menemaniku selama suamiku pergi. 4 bulan kemudian, suamiku pulang.bukannya raut wajah kebahagiaan yang di tampakkan oleh suamiku, dia malah menuduhku selingkuh dengan laki-laki lain. Hingga sempat terucap olehnya:
“ jika kelak anak itu Cacat, berarti dia anakku, tapi jika dia sempurna berarti dia adalah anak dari perselingkuhanmu, perempuan sial.”  Kata suamiku
Sedih rasanya, di maki dan di pukuli dan Tak dapat berkata-kata, hanya air mata yang tak henti-hentinya mengalir di pipiku. aku memutuskan kembali ke rumah orang tuaku di Ampana.perhatian orang tua dan keluargaku membuat semuanya menjadi mudah,hingga waktu persalinan tiba, tak seperti persalinan anak pertama, kali ini semua begitu tenang, tak ada rasa hawatir sedikitpun di hatiku.seperti ada kekuatan lain yang membuatku menjadi lebih nyaman. Tanpa suami di sampingku tak membuat aku bersedih karena semua yang ku inginkan telah terpenuhi dari semua orang yang telah mendukungku,baik dari keluarga bahkan sahabat-sahabatku.
Setelah persalinan, betapa sedih hatiku, melihat keadaan bayiku yang tak sama seperti bayi yang lainnya. Kedua tangannya sedikit pendek, dan menyerupai tangan seekor biawak.Suster telah mengatakan bahwa anakku meninggal, karena 30 menit setelah persalinan, anakku tak mengeluarkan tangisannya dan tidak bernafas sedikitpun.naluri keibuanku seperti tak percaya, ku peluk putri keduaku dengan penuh kasih sayang dan ku ciumi seluruh tubuhnya. Apa yang terjadi, tiba-tiba anakku begerak dan mengeluarkan tangisannya sekencang-kencangnya. Ku dekap anakku ke dalam pelukanku.tak henti-hentinya ku ucap kata syukur kapada Allah yang telah memberikanku seorang bayi yang istimewah seperti anakku. Ku beri nama Tia untuk bayiku ini. Beberapa saat kemudian, suamiku muncul dan menangis mencium kakiku.dia merasa bersalah telah menuduhku berselingkuh dan menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang tak sepantasnya. Karena apa yang di katakan suamiku terbukti. Anakku telahir dalam keadaan kurang sempurna.
Belum juga genap Tia satu tahun, datanglah seorang wanita meminta pertanggung jawaban suamiku sembari memegang perutnya yang telah membuncit. Seperti di sambar petir di siang hari, tak kuasa menghadapi semuanya. Ingin rasanya memaki, marah dan menangis, tapi semua itu luluh ketika melihat wanita yang mengaku sebagai pacar suamiku merintih kesakitan dan meminta suamiku untuk menikahinya. Dengan besar hati ku melepaskan suamiku.
*        *        *
Baru saja aku menyelesaikan kuliahku, pulang ke kampung halamanku dan tinggal bersama keluargaku, tapi sayang, anak pertamaku Arni tidak ingin tinggal bersamaku. Di karenakan hidup keluargaku yang sederhana.Arni di besarkan dengan harta yang berlimpah, dengan perhiasan emas dan pakaian yang cantik, sedang Tia, dengan kekurangannya tak pernah mengeluh apapun dariku.
Suamiku ingin kembali, di karenakan Istri keduax telah rujuk bersama suaminya yang dulu. Aku menerimanya dengan alasan masih mencintainya. 3 tahun rujuk, lahirlah anak ketiga kami dan di beri nama Adi. Semenjak kelahiran Adi, perhatianku terbagi kepada Tia. Tia menjadi dekat dengan pamannya yang tidak lain adalah adikku. Tia pun di bawah adikku bersamanya ke makassar.
Hari yang ku tunggu pun tiba, hari dimana penetapanku menjadi seorang pegawai negeri sipil. Akhirnya ku tahu, Surat tugasku jatuh di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama  (SLTP) neg. 3 Pamona Utara yang berada di derah terpencil yang jauh dari Ampana yaitu di salah satu Desa bernama Desa Toinasa.Suamiku menolak untuk ikut bersamaku, dia ingin membuka toko elektronik yang nantinya bisa membantu keuangan keluarga kami.akupun menyetujuinya.
Dengan bekal kepercayaan dan keberanian, aku dan anak ketigaku berangkat ke tempatku di tugaskan dan hidup di antara orang-orang yang mempunyai kepercayaan yang berbeda denganku, semuanya tak membuatku terkucilkan,dengan adanya perbedaan itulah sehingga mengajarkan aku tentang arti kebersamaan.
Tak ada kabar berita dari suamiku, suatu hari Anakku Adi sakit parah, dari puskesmas setempat, memberikan surat rujukkan untuk membawa anakku ke Rumah sakit yang ada di ibukota kabupaten Poso. Sesampai di Poso, ku mencari wartel terdekat dan menghubungi Orang tuaku yang berada di Ampana dan juga Adikku yang berada di Makassar bersama putri keduaku Tia. Hendak memberi kabar, hanya kabar buruk yang ku terima, teryata hari itu adalah hari pernikahan suamiku dengan seorang gadis yang di jodohkan oleh kedua orang tuanya. Semakin membuatku sedih, anakku Tia juga sakit dan memanggil-mangil namaku.tak tahu harus berbuat apa, hanya kepada Allah ku kembalikan semuanya.
Mulai saat itu tak pernah ku percaya tentang namanya Cinta.bagiku cinta adalah penghianatan. Ku lalui hari-hari bersama kedua anakku Tia dan Adi selama 4 tahun di salah satu desa terpencil di kecamatan pamona utara yaitu Desa Toinasa.
Di tahun 2000, terjadi kerusuhan di karenakan kesalahpahaman antara kedua agama (islam & Kristen ). Sehingga berimbas kepada aku dan 2 anakku. Seluruh tanah dan rumahku di bakar secara paksa, untungnya 2 hari sebelum puncak kerusuhan, aku telah membawa kedua anakku ke Ampana dan tinggal bersama orang tuaku. Tapi karena tuntutan kewajiban sebagai seorang pegawai negeri sipil, aku harus kembali ke Toinasa untuk mengawas Ujian yang saat itu bertepatan dengan Ujian Akhir Nasional SLTP.
Setiba di Toinasa, keadaan kacau balau, kebakaran dimana-mana. Salah satu muridku dari agama Kristen memanggilku dan mengajakku untuk berlindung di rumahnya, di karenakan semua yang beragama Islam, di bunuh secara sadis, atau di paksa untuk memeluk agama Kristen. Aku tak bisa berbuat apa-apa, hanya mengikuti keinginan muridku saja. Berhari-hari di rumah itu, suatu sore Saat menjelang magrib, aku dan beberapa orang lainnya yang beragama Islam, di masukkan ke dalam mobil Pick Up dan di tutupi dengan terpal agar tak terlihat oleh orang-orang dari golongan merah. Sesaat kemudian, aku mengintip dari balik terpal yang menutupi kepalaku terlihat olehku rumahku yang telah terbakar, dan hanya rangka yang tersisa. Hancur hati ini mengingat semua perjuangan hidup yang tak pernah berujung.ingin menangis, tapi mata ini sekan tak bisa mengeluarkan air mata lagi…
Sekitar jam 4 subuh, tibalah kami di perbatasan antara Sulawesi tengah dan Sulawesi selatan yaitu di kota palopo. Sesampai disana kami di turunkan di kantor polisi dan di biarkan begitu saja oleh Polisi-polisi yang ada disitu. Lapar seperti tak terasa olehku melihat seorang bayi laki-laki yang menangis mencari susu. Ia kehilangan ibunya saat membeli susu di warung dan tak kembali. supir Pick Up pun meminta izin untuk kembali ke desa Toinasa, dan dia berjanji akan mengurus tanahku yang ada di Toinasa.
Aku meminjam telephone yang ada di kantor itu.dan menghubungi adikku yang ada di Makassar untuk menjemputku. Keesokkan harinya, adikku datang dan membawaku ke Makassar, dan langsung menuju  ke ampana melalui Mamuju Sulawesi Barat.
Sesampai di Ampana, aku mendengar kabar tentang Penyiksaan yang di lakukan adik iparku terhadap Arni anakku, tak bisa diam, aku langsung mengajukkan cerai kepada suamiku, dan mengambil kembali putri pertamaku dari keluarganya.semua ku lakukan sendiri dan akhirnya aku resmi bercerai dengan Rifai.
*        *        *
Hidup bagai bola roda, kadang kita di atas, dan kadang pula kita di bawah. Itulah yang terjadi sekarang,Kini semuanya Berubah, anak-anakku telah tumbuh besar. Arni putri pertamaku telah selesai dari kuliahnya di Akademi keperawatan dan menjadi pegawai negeri sipil, di tugaskan di Rumah sakit yang ada di kabupaten Tojo Una-una. Tia, putri keduaku, telah menjadi mahasiswa di salah satu Universitas yang ada di Sulawesi Tengah dan putra terakhirku Randi juga berstatus sebagai mahasiswa di universitas yang sama dengan Putri ke duaku. Sedangkan Rifai, yang dulu bermandikan Emas dan Uang, sekarang menjadi nelayan biasa dengan hutang dimana-mana.
Rifai ingin kembali lagi, hanya satu jawaban untuknya, “ tak ada lagi cinta untukmu dan untuk siapapun selain cinta untuk anak-anakku.. ”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar